headline
news
PKI
politik
Sumber:
Tirto.id
Cara PKI Jualan Isu Kemiskinan dan Sentimen Anti-Asing
Monday, May 27, 2019
0
Kampanye Partai Komunis Indonesia pada September
1955. LIFE/Howard Sochurek. -- |
Oleh: Petrik Matanasi
PKI berkampanye seperti kebanyakan partai dan capres masa kini. Mereka doyan janji dan jualan isu kemiskinan.
GoBeritaGo - Di luar citra buruk yang dibangun
sepanjang era Orde Baru, PKI tergolong partai sukses sebelum diberangus pada
1965. Kejayaan PKI terjadi sejak Pemilu 1955. Ketika itu PKI menempati urutan
keempat dalam pemilu dan sukses menempatkan 39 wakil di kursi DPR dan 80 wakil
di Konstituante.
Mengapa banyak yang memilih PKI di tahun 1955?
Salah satu kunci pentingnya adalah kampanye PKI soal
isu kemiskinan. Meski PKI dibenci setengah hidup oleh kelompok-kelompok politik
mayoritas di Indonesia, tapi jurus jualan kemiskinannya diamalkan dengan baik.
Tak hanya kemiskinan di kota, tapi juga kemiskinan di desa. Di kota ada buruh,
di desa ada tani. Karena kemiskinan mereka, dua golongan itu potensial jadi
pemilih PKI dalam pemilu. PKI sendiri punya lambang palu dan arit. Palu
merepresentasikan buruh, arit mewakili petani.
Menurut Jafar Suryomenggolo dalam Politik Perburuhan
Era Demokrasi Liberal 1950an (2015), dengan mengutip Everett Hawkins di artikel
"Labour in Developing Economics" (1962), kaum buruh adalah golongan
miskin di Jakarta. Upah mereka sangat rendah.
Sementara itu pada 1953 terjadi kenaikan harga bahan
pokok. Tak heran jika pada era 1950-an Tunjangan Hari Raya (THR) sudah mulai
diperjuangkan kaum buruh.
Jualan Isu Kemiskinan
Soal desa, Hasim Adnan dalam tulisannya,
"Membungkam Deru Bising Drumband di Bumi Parahiyangan" yang dimuat
dalam buku Sisi Senyap Politik Bising (2007) menyebut, “[...] biasanya PKI
hanya akan berkembang di kawasan pedesaan yang mengalami kemiskinan endemik”
(hlm. 44).
Subang dan Indramayu, misalnya, adalah daerah miskin
yang diincar PKI. Tapi tentu saja PKI tak cuma mengincar daerah miskin di Jawa
Barat.
“Kaum tani Indonesia yang merupakan 70 % daripada
penduduk masih tetap berada dalam kedudukan budak, hidup melarat dan
terbelakang di bawah tindasan tuan tanah dan lintah darat,” kata Ahmad alias
Dipa Nusantara Aidit, Ketua CC PKI, dalam pidatonya yang berjudul Jalan ke
Demokrasi Rakyat bagi Indonesia.
“Kewajiban kaum
Komunis yang pertama-tama ialah menarik kaum tani ke dalam front persatuan
nasional,” tambah Aidit.
Lebih lanjut Aidit menjelaskan bahwa kaum komunis
harus mengikis sumber-sumber penderitaan petani. “Kewajiban yang terdekat
daripada kaum Komunis Indonesia ialah melenyapkan sisa-sisa feodalisme,
mengembangkan revolusi agraria antifeodal, menyita tanah tuan tanah dan
memberikan dengan cuma-cuma tanah tuan tanah kepada kaum tani, terutama kepada
kaum tani tak bertanah dan tani miskin, sebagai milik perseorangan mereka,”
katanya pula.
Dari sini terlihat PKI hendak melakukan bagi-bagi
tanah kepada para petani di desa-desa. Harap diingat, tidak semua petani punya
sawah. Banyak juga yang jadi petani penggarap bagi lahan-lahan petani kaya atau
tuan tanah. Sudah pasti kemiskinan semacam ini adalah lahan basah pagi PKI.
“Langkah pertama dalam pekerjaan di kalangan kaum tani ialah membantu
perjuangan mereka untuk kebutuhan sehari-hari, untuk mendapatkan tuntutan
bagian kaum tani,” seru Aidit.
Seperti dicatat Satriono Priyo Utomo dalam Aidit,
Marxisme-Leninisme, dan Revolusi Indonesia (2016: 119), ada jargon “Tanah untuk
kaum tani” dari Barisan Tani Indonesia (BTI) dalam Kongres Nasional V 1954. Semua
tahu BTI terkait dengan PKI.
Aidit tak lupa memberi patokan. Menurutnya, selama
belum banyak kaum tani (terutama yang miskin dan tak bertanah) masuk ke partai
dan jadi kader partai, maka itu artinya PKI belum bekerja sungguh-sungguh.
Tak hanya di tahun 1955, pada 1965 PKI juga konsisten
dengan isu kemiskinan meski tidak ada rencana pemilu di periode itu. Mereka
gemar mengulang program partai yang dirumuskan pada 1955.
“Semua tanah yang dimiliki oleh tuan-tuan tanah asing
maupun tuan-tuan tanah Indonesia harus disita tanpa penggantian kerugian.
Kepada kaum tani, pertama-tama kepada kaum tani tak bertanah dan kaum tani
miskin, diberikan dan dibagikan tanah dengan cuma-cuma,” demikian salah satu
program PKI pada 1965.
Tentu saja tak semua orang setuju dengan ide PKI yang
tak pernah terwujud ini. Tapi gagasan merangkul orang susah masih diterapkan
hingga kini.
Kampanye Anti-Asing
PKI, lewat mulut Aidit dalam pidato Jalan ke Demokrasi
Rakyat bagi Indonesia, menyebut: “Salah satu bentuk pertentangan dan permusuhan
antara negara-negara imperialis ialah perang imperialis yang membawa
kemiskinan, kesengsaraan, dan kematian berjuta-juta manusia.”
Negara imperalis era 1950-an yang dianggap mengganggu
bagi PKI adalah Amerika Serikat. Menurut PKI, seperti ditulis Aidit dalam
Revolusi, Angkatan Bersenjata & Partai Komunis (PKI dan AURI) II, modal
asing (dari Amerika) yang masuk ke Indonesia pada 1952 ditaksir mencapai 350
juta dolar.
PKI sendiri alergi pada perusahaan Amerika yang
beroperasi di Indonesia seperti Shell, Stanvac dan Caltex. Bagi PKI, itu adalah
bentuk neokolonialisme Amerika di bidang ekonomi. PKI rupanya juga ingin
terlihat anti-asing di masa itu. Semangat anti-asing dan menuduh pihak asing
sebagai salah satu biang kerok masalah ekonomi masih terpelihara dan masih
lumayan untuk jadi isu politik hingga kini.
Seperti umumnya partai jelang pemilu, PKI juga memberi
janji-janji manis. Ideologi bukan jaminan utama kemenangan dalam pemilu. Lewat
koran andalannya, Harian Rakjat (28 September 1955), sehari sebelum pemilu DPR
pada 29 September 1955, PKI melempar banyak janji. Tak tanggung-tanggung, PKI
memaparkan 19 janji.
Janji yang banyak itu ditujukan tak hanya ditujukan
kepada kaum buruh dan tani, tapi juga nelayan, pengusaha kecil, kaum perempuan,
seniman, bahkan kelompok agama. Hal terakhir terasa janggal bagi orang-orang
Orde Baru, karena PKI sudah terlanjur diberi citra anti-agama.
“Bagi kaum agama, memilih PKI berarti djaminan
kebebasan beragama,” demikian janji PKI nomor 10 di Harian Rakjat.
Janji yang paling krusial tentu janji soal
kesejahteraan ekonomi. Seperti janji nomor 3: “Bagi kaum tani, memilih PKI
berarti turunnja sewa tanah tuan-tanah, perbaikan upah buruh-tani, pentjegahan
perampasan tanah kaum tani, hapusnja pologoro dan hapusnja rodi.”
Sementara bagi kaum nelayan, dalam janji No. 12
disebutkan, “memilih PKI berarti perlindungan terhadap saingan modal monopoli.”
Tak hanya kepada kaum-kaum tadi yang hingga kini masih
sengsara hidupnya, para abdi negara pun tak luput diberi janji. “Bagi para
pradjurit, polisi dan pegawai negeri lainnja, memilih PKI berarti djaminan
hak-haknja dan perbaikan gadji,” begitu bunyi janji nomor 4.
Jurus berjanji ala PKI macam ini masih diterapkan
hingga sekarang. Siapa yang tak suka gajinya diperbaiki agar besar, apalagi
kalau ditambah tunjangan-tunjangan? Bukan tidak mungkin banyak PNS yang akan
memilih PKI jika macam ini janjinya.
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment