Harga PCR Rp300 Ribu, Legislator PKS: India Bisa Matok Harga di Bawah Rp100 Ribu

Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani. (Dok: DPR) 

GoBeritaGo, JAKARTA – Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI, Netty Prasetiyani Aher menganggap harga PCR Rp300 ribu masih tinggi dan memberatkan.

“Jika tidak ada kepentingan bisnis, harusnya bisa lebih murah lagi. India mematok harga dibawah Rp100 ribu, kenapa kita tidak bisa?” ujar Netty, dalam keteranggannya kepada wartawan, Rabu (27/10/2021).

Apalagi, kata Netty, ada wacana PCR akan diwajibkan untuk seluruh moda transportasi. Kalau kebijakan ini diterapkan, kata dia, maka tes Covid-19 lainnya, seperti swab antigen tidak berlaku.

"Artinya semua penumpang transportasi non-udara yang notabene-nya dari kalangan menengah ke bawah wajib menggunakan PCR. Ini namanya membebani rakyat,” kata Netty.

Selain itu, Netty juga menyoroti soal mekanisme pelaksanaan PCR sebagai screening method. Menurutnya, PCR adalah metode screening. Seharusnya  dalam masa menunggu hasil tes PCR keluar, seorang harus karantina.

“Banyak kasus justru orang bebas berkeliaran dalam masa tunggu tersebut," kritik Netty.

Dalam kondisi itu, kata Netty, ada peluang yang bersangkutan  terpapar virus. "Jadi saat tes keluar dengan hasil negatif, padahal dia telah terinfeksi atau positif Covid-19," terangnya.

Netty mengingatkan pemerintah tentang keterbatasan kemampuan lab dalam melakukan uji PCR dan kemungkinan pemalsuan surat PCR.

"Jika pemerintah mewajibkan PCR, seharusnya perhatikan ketersediaan dan kesiapan lab di lapangan. Jangan sampai masyarakat lagi yang dirugikan. Misalnya,  hasilnya tidak bisa keluar 1X24 jam. Belum lagi soal adanya pemalsuan surat PCR yang diperjualbelikan atau diakali karena situasi terdesak," jelasnya.

Oleh karena itu, Netty mendorong pemerintah agar menjelaskan harga dasar PCR secara transparan, karena kata Netty, kejadian ini membuat masyarakat bertanya-tanya, berapa sebenarnya harga dasar PCR?

“Pada awalnya test PCR sempat di atas Rp1 juta, lalu turun hingga Rp300 ribu. Apalagi pemerintah tidak menjelaskan mekanisme  penurunannya;  apakah ada subsidi dari pemerintah atau bagaimana?” bebernya.

Dia berharap, pandemi Covid-19 ini tidak menjadi ruang bagi pihak-pihak yang memanfaatkannya demi kepentingan bisnis. Pemerintah juga kata dia harus mempunyai sikap yang tegas bahwa seluruh kebijakan penanganan murni demi keselamatan rakyat.

Terakhir, Netty menanyakan relevansi program vaksinasi dengan pengambilan kebijakan mewajibkan PCR.

Dijelaskannya bahwa pemerintah menggencarkan vaksinasi agar terbentuk kekebalan komunitas. Menurut Netty, seharusnya tingginya angka vaksinasi jadi dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.

“Jika di suatu daerah angka vaksinasi tinggi, kekebalan komunitas mulai terbentuk, tentu kebijakannya bukan lagi mewajibkan PCR yang berbiaya tinggi," tutupnya.

Artikel ini telah tayang di sukabumiNews.net dengan judul yang sama

Previous article
Next article

Leave Comments

Post a Comment

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel