DPR Minta BNPT Tidak Buat Polemik Isu Radikalisme Terhadap Umat Islam
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh. (ANTARAFOTO) |
GoBeritaGo, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak membuat polemik baru terhadap umat Islam, khususnya isu dengan radikalisme.
“Dua kali reaksi
keras Majelis Ulama Indonesia (MUI) atas pernyataan dari BNPT ini menurut saya
tidak sepatutnya terjadi. BNPT mestinya tidak lagi terkesan memberikan polemik
baru terhadap umat Islam, khususnya isu radikalisme,” kata Pangeran Khairul
Saleh di Jakarta, Rabu (9/3).
Pangeran mengemukakan
hal itu terkait dengan pernyataan MUI yang mengkritik pernyataan BNPT mengenai
lima ciri penceramah radikal.
Ia menilai kritik MUI
terkait dengan lima ciri penceramah radikal adalah kali kedua setelah
pernyataan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP)
dengan Komisi III DPR RI, Selasa (25/1) yang menyebutkan 198 pesantren yang
terafiliasi jaringan terorisme.
Menurut dia, bukan
hal yang bisa dianggap tepat jika apa yang disampaikan BNPT justru membuat umat
Islam dan MUI menjadi resah.
“Seharusnya tidak
boleh ada pernyataan dipublikasikan tanpa argumentasi faktual menjadi
sandarannya, khususnya berkenaan dengan isu dan makna radikalisme atau khalifah
dan lain-lainnya itu,” ujarnya.
Pangeran berharap
komunikasi dan sinergi penguatan kerjasama BNPT dan MUI mesti segera
direalisikan, tidak saja untuk merumuskan kesepakatan bersama, tetapi untuk
menghindari kesalahpahaman kedua pihak.
Langkah itu, menurut
dia, agar tercipta formulasi dan strategi yang tepat bahwa menanggulangi bahaya
terorisme tidak hanya menjadi tugas BNPT saja, tetapi menjadi tanggung jawab
semua pihak.
Pangeran mengaku
setuju dengan pernyataan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar agar semua komponen
bangsa bersatu mengantisipasi penetrasi ideologi terorisme.
“Akan tetapi,
seharusnya juga menjadi kewaspadaan bersama bahwa isu radikalisme jangan sampai
memutus rantai penguat persatuan kita sendiri melalui stigmatisasi dan distorsi
narasi yang dinilai menyudutkan umat Islam,” katanya.
Politikus PAN itu
percaya bahwa penguatan persatuan umat Islam akan menguatkan persatuan
kebangsaan sehingga upaya mengajak dan meningkatkan ukhuwah islamiah tidak
hanya menjadi tanggung jawab MUI, tetapi juga menjadi tanggung jawab BNPT.
Menurut dia, dari hal
tersebut, tugas bersama memutus rantai radikalisme akan berjalan damai tanpa
harus membuat gaduh.
Sebelumnya, Direktur
Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid mengatakan bahwa pernyataan
Presiden Jokowi Widodo terkait dengan penceramah radikal merupakan peringatan
kuat untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.
Pernyataan Presiden
pada Rapat Pimpinan TNI/Polri di Mabes TNI, Jakarta, Selasa, (1/3), itu harus
ditanggapi serius oleh seluruh kementerian, lembaga pemerintah, dan masyarakat
pada umumnya tentang bahaya radikalisme, katanya dalam siaran pers Pusat Media
Damai BNPT, Sabtu (5/3).
“Sejak awal kami
(BNPT) sudah menegaskan bahwa persoalan radikalisme harus menjadi perhatian
sejak dini karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi
terorisme. Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang
selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama,” katanya.
Untuk mengetahui
penceramah radikal, Nurwakhid mengurai beberapa indikator yang bisa dilihat
dari isi materi yang disampaikan bukan tampilan penceramah.
Leave Comments
Post a Comment