artikel
news
Di Balik "Pulpen Ajaib" Jokowi Saat Debat
Monday, February 25, 2019
0
Oleh: Widia Primastika
Capres nomor urut 01 Joko Widodo menyampaikan pendapatnya saat debat capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). tirto.id/Andrey Gromico |
Aktivitas Jokowi memainkan pulpen bisa jadi bentuk kecemasan karena grogi. Wajar-wajar saja, banyak orang mengalaminya.
GoBeritaGo - DEBAT calon presiden telah berlangsung pada Minggu, 17
Februari 2019. Selama debat berlangsung, Jokowi terlihat memegang sebuah pulpen
dan memainkannya. Karena pulpen itulah Jokowi diserang kubu lawan. Mereka
menuduh Jokowi menggunakan earpiece dan repeater. Jokowi menampik tudingan
tersebut dan menyebutnya fitnah.
Moeldoko sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional
(TKN) turut memberi penjelasan. Ia mengatakan pulpen tersebut adalah saran TKN.
"Kenapa beliau menggunakan pulpen, [kami] yang arahkan," kata
Moeldoko, Selasa (19/2/2019), seperti dikutip Merdeka.
Menurut Moeldoko, Jokowi dalam debat sebelumnya kerap
memegang lengan baju. "Ini yang kita cermati, akhirnya jangan-jangan
seperti itu. Syaratnya harus ada yang dipegang, itu. Ini saran dari beberapa
kita menyarankan kepada beliau. Dan [saran itu] diikuti," lanjut Moeldoko,
masih dalam berita Merdeka.
Kecemasan Saat Bicara di Depan Publik
Aktivitas Jokowi memainkan pulpen atau memegang lengan
baju bisa jadi merupakan bentuk kecemasan ketika tampil di ruang publik.
Gerakan-gerakan tak wajar yang muncul seperti penanda rasa gugup tak hanya
dialami Jokowi, tapi juga cucu dari Ratu Elizabeth II, Pangeran Harry.
Ketika mewawancarai Barack Obama yang disiarkan BBC
pada akhir 2017, Harry terlihat kerap memainkan pulpen yang ia pegang. Tak
jarang ia mengalihkan pandangan ke pulpennya. Obama, mantan presiden yang
terkenal cakap tampil di depan publik, tampak lebih tenang.
Gestur semacam itu tak hanya ditunjukkan Harry dan
Jokowi, tapi juga penyanyi Adele. Dalam sebuah acara yang dipandu oleh Fredrik
Skavlan, Adele sering meremas tangannya. Bahkan, beberapa kali ia tertangkap
kamera sedang menghentakkan kakinya.
Seperti dikutip The Telegraph, dalam sebuah wawancara
dengan Q Magazine, Adele mengakui dirinya mengalami “anxiety attack” ketika
tampil di depan khalayak yang besar.
“Saya benci berada dalam sebuah festival dan mengalami
serangan kecemasan dan kemudian tidak naik panggung,” ungkap Adele kepada Q
Magazine seperti dikutip The Telegraph.
Bahkan, Adele pernah menolak tawaran untuk manggung di
London O2 Arena yang memiliki kapasitas 23.000 orang karena ketakutannya
terhadap audiens yang besar. Adele tak ingin penampilannya rusak karena masalah
kecemasan itu.
Elizabeth Kuhnke dalam bukunya yang berjudul Body
Language for Dummies (2007) mengatakan bahwa cara kita berdiri, duduk, gerakan
dan ekspresi diri kita, serta tindakan yang kita lakukan bisa menjadi gambaran
siapa diri kita. Tanpa perlu ditanya, orang bisa menangkap apabila kita ada
dalam keadaan gugup, hanya dengan melihat gerakan mengotak-atik kuku jarinya,
memegang kepala, wajah, leher, atau dadanya.
“Saat Anda merasakan emosi yang bertentangan, Anda
dapat melakukan gerakan yang tidak ada hubungannya dengan tujuan Anda,” tulis
Kuhnke dalam bukunya.
Kuhnke menyampaikan bahwa perilaku tersebut dilakukan
untuk mengalihkan perhatian dan mendapatkan perasaan nyaman, meskipun hanya
sementara. Terkadang kita bisa menghentikan gerakan-gerakan liar itu ketika
sadar. Namun, tanpa disadari, kita bisa mengulangi gerakan itu lagi.
Ada beberapa contoh gerakan yang biasa dilakukan orang
dalam kondisi cemas, seperti mengetuk-ngetukkan jari, menghentak-hentakkan
kaki, mencari segelas air meskipun tidak haus. Ada pula gerakan lain yang kerap
menjadi pengalih grogi, misalnya mengotak-atik benda yang ada di sekitar kita:
menarik daun telinga diri sendiri, merapikan pakaian, membelai dagu, atau
memainkan rambut.
Gerakan itu biasa muncul saat kita harus tampil di
publik maupun pertemuan individu seperti wawancara kerja, atau misalnya saat
melamar kekasih. Masalahnya, aktivitas yang tidak kita sadari tersebut
terkadang mengganggu orang lain yang ada di sekitar kita.
Seorang mantan agen dan supervisor Federal Bereau of
Investigation (FBI) Joe Navarro dalam artikelnya yang berjudul “Body Language
of the Hands” di Psychology Today menyatakan bahwa gerakan tangan layak
mendapat perhatian untuk membantu kita memahami pikiran dan perasaan orang
lain.
Saat bekerja, Navarro kerap menggunakan bahasa tangan
untuk merasakan sesuatu yang salah pada orang yang sedang berinteraksi
dengannya. Bahkan, menurutnya, gerakan tangan lebih mampu “berbicara” ketimbang
kata-kata.
Saat kita merasa nyaman, darah akan mengalir ke
tangan, dan membuat tangan kita menjadi lebih hangat dan lentur. Berbeda ketika
sedang stres, tangan kita akan terasa lebih dingin dan kaku. Saat seseorang
sedang stres, kata Navarro, tanpa disadari ia akan sering menggosok tangan
sambil meremasnya.
Selain tangan, Business Insider pernah membahas
tentang gerakan tubuh yang muncul ketika Anda sedang grogi. Artikel itu merujuk
dari buku yang ditulis oleh Joe Navarro berjudul What Every BODY is saying
(2008).
Navarro menulis ada gerakan lain yang biasa dilakukan
dalam kondisi cemas, misalnya memegang wajah, berkedip dalam frekuensi
berlebih, menggerakkan bibir, memainkan rambut, hingga sering menguap.
Bagaimana Cara Mengantisipasi Grogi?
Situsweb Psychology Today dalam artikel berjudul “How
to Conquer the Fear of Public Speaking” menyebut 1 dari 4 orang melaporkan
kecemasan saat mempresentasikan ide dan informasi di depan audiens.
Bagaimana mengatasinya? Artikel itu menyebut beberapa
cara. Untuk bisa masuk ke dalam keadaan tenang, berbagai teknik relaksasi bisa
dilakukan untuk mengurangi peningkatan aktivitas fisiologis yang diproduksi
tubuh secara otomatis. Lakukan teknik relaksasi yang bisa mengendalikan
pernapasan, menurunkan detak jantung, dan mengurangi ketegangan otot.
Saat berpidato, gunakan cara yang mudah untuk
memulainya. Teknik relaksasi memang tak mampu bertahan lama untuk menangkis
rasa gugup. Oleh karena itu, Anda perlu meyakinkan diri bahwa Anda bisa
melakukannya. Pikiran negatif akan membuat Anda semakin gugup.
Untuk menghindari rasa grogi, ubah fokus dari kinerja
ke komunikasi. Ketika berfokus pada kinerja, Anda akan merasa diadili. Maka,
bentuklah situasi agar audiens berpikir manfaat yang didapat dari gagasan yang
Anda berikan.
Jangan lupa latihan. Semakin siap, Anda bisa mengikis
rasa khawatir itu, sehingga Anda tak terlihat gugup. Semakin tinggi persiapan,
Anda akan semakin fokus pada pesan yang akan disampaikan.
Artikel ini telah dimuat di laman Tirto.id
Penulis: Widia Primastika
Editor:
Maulida Sri Handayani
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment